Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Mendapatkan Lailatul Qadar menjadi dambaan insan beriman, karena di dalamnya Allah turunkan rahmat dan keberkahan. Amal-amal ibadah dan shaleh yang dikerjakan di dalamnya, nilainya lebih baik daripada amal-amal tersebut dikerjakan selama seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
Di Lailatul Qadar tersebut, para malaikat turun ke bumi. Ada yang mengatakan mereka turun dengan membawa rahmat, keberkahan dan ketentraman bagi manusia. Ada yang berpendapat, mereka turun membawa semua urusan yang ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk masa satu tahun. Sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul." (QS. Al-Dukhan: 3-5)
Pada malam itu keamaan dan keselamatan menyatu dalam diri orang-orang beriman, dan mereka mendapatkan salam terus menerus dari para Malaikat. Para ahli ibadah merasakan ketentraman hati, lapangnya dada, dan lezatnya beribadah di malam istimewa itu yang tak pernah di dapatkan pada malam-malam selainnya.
Lailatul Qadar adalah malam yang terbebas dari keburukan dan kerusakan. Pada malam itu pula banyak dilaksanakan ketaatan dan perbuatan baik. Pada malam itu penuh dengan keselamatan dari adzab. Sedangkan syetan tidak bisa menggoda sebagaimana keberhasilannya pada selain malam itu, maka malam itu seluruhnya berisi keselamatan dankesejahteraan. Firman Allah Ta'ala:
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
"Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar: 5)
Kapankah Lailatul Qadar itu?
Tidak diragukan lagi, Lailatul Qadar terdapat pada bulan Ramadhan, berdasarkan firman Allah Ta'ala:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) padamalam kemuliaan." (QS. Al-Qadar: 1)
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
"Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)." (QS. Al-Baqarah: 185)
Al-Hafidh Ibnul Hajar rahimahullah mengatakan tentang penentuan malamnya, "Para ulama berselisih pendapat dalam menentukan Lailatul Qadar dengan perbedaan yang sangat banyak. Setelah kami himpun, ternyata pendapat mereka mencapai lebih dari empat puluh pendapat." Kemudian beliau rahimahullah satu persatu dari pendapat tersebut beserta dalil-dalilnya. (Lihat Fathul Baari: IV/309)
Mayoritas ulama berpendapat, Lailatul Qadar terdapat pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, berdasarkan hadits 'Asiyah Radhiyallahu 'Anha, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)
Dari sepuluh hari terakhir itu, mayoritas ulama mengerucutkan pendapatnya pada malam-malam ganjilnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (HR. Al-Bukhari)
Demikian juga banyak dari mereka berpendapat, Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27 Ramadhan. Ini adalah pendapat sebagian sahabat, seperti Ubay bin Ka'ab yang beliau sampai berani memastikan dan bersumpah bahwa Lailatul Qadar ada pada malam ke 27, ia berkata:
وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُهَا وَأَكْثَرُ عِلْمِي هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
"Demi Allah, sunguh aku mengetahuinya dan kebanyakan pengetahuanku bahwa dia adalah malam yang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam perintahkan kami untuk bangun (shalat) padanya, yaitu malam ke 27." (HR. Muslim, no. 762)
Dan dalam hadits Mu'awiyah bin Abi Sufyan, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bersabda tentang Lailatul Qadar,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
"Lailatul Qadar adalah malam ke dua puluh tujuh." (HR. Abu Dawud)
Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah memberikan catatan terhadap pendapat-pendapat tentang Lailatul Qadar di atas, "Yang jelas, menurutku, Lailatul Qadar terdapat pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah di malam-malam tersebut. Ia tidak khusus hanya pada malam ke 27 saja. Adapun yang disebutkan oleh Ubay, Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27, ini terjadi dalam suatu tahun dan bukan berarti terjadi pada semua tahun. Buktinya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mendapatinya pada malam ke 21, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Sa'id Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan:
إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نَسِيتُهَا أَوْ أُنْسِيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ وَإِنِّي أُرِيتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ
"Sungguh aku telah diperlihatkan Lailatul Qadar, kemudian terlupakan olehku. Oleh sebab itu, carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir pada setiap malam ganjilnya. Pada saat itu aku merasa bersujud di air dan lumpur."
Hikmah Dirahasiakannya Lailatul Qadar
Keberadaan Lailatul Qadar dirahasiakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan hikmah yang dikehendaki-Nya. Yaitu (boleh jadi) agar para hamba bersungguh-sungguh beribadah di setiap malam, dengan harapan agar mendapatkan Lailatul Qadar. Bagi siapa yang meyakini bahwa Lailatul Qadar ada pada malam tertentu, maka ia akan menghidupkan malam tersebut dengan ibadah. Dan bagi siapa yang ingin memastikan dirinya mendapatkan malam tersebut, hendaknya ia mencurahkan semua waktunya untuk beribadah kepada-Nya sepanjang bulan Ramadhan sebagai bentuk syukur kepada-Nya dan membenarkan janji-Nya. Insya Allah, inilah hikmah utama dirahasiakannya Lailatul Qadar. Dan inilah yang disyaratkan alam sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ فَتَلَاحَى فُلَانٌ وَفُلَانٌ وَإِنَّهَا رُفِعَتْ وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
"Sesungguhnya aku telah keluar untuk memberitahu kepada kalian (kapan Lailatul Qadar itu). Tetapi (di tengah jalan) aku bertemu dengan fulan dan fulan yang sedang bertengkar, sehingga aku terlupa kapan malam itu. Semoga ini lebih baik bagi kalian. Oleh karena itu, carilah malam tersebut pada (malam) kesembilan, ketujuh, dan kelima (dari sepuluh hari terakhir)." (HR. al-Bukhari)
selengkapnya di http://www.voa-islam.com/islamia/ibadah/2011/08/18/15803/lailatul-qadar-kapan-adanya-dan-bagaimana-cara-mencarinya/
Jumat, 19 Agustus 2011
Selasa, 09 Agustus 2011
Sebuah Lubang Di Kepala (Otak)
ilustrasi otak manusia |
Seringkali kita bertanya tentang baik atau buruknya keadaan yang sekarang sedang atau telah melingkupi hidup kita. Seribu satu pertanyaan itu terkadang belum terpecahkan dan mungkin sama sekali belum menemukan ujung atau pangkalnya. Namun, pernahkah sejenak kita kaji kembali bahwa keadaan yang ada pada kita sekarang ini, adalah tergantung dari isi kepala dan hati kita, yang telah kita pilih sendiri.
Apa yang mengisi kepala kita itulah yang menggerakkan kita untuk melakukan sesuatu.Kecintaan kita akan sesuatu bahkan dapat meniadakan syarat termasuk tentang hal itu masuk akal atau tidak.Kecintaan kita terhadap sesuatu yang kemudian menggiring menuju sebuah level dan gambaran tentang siapa diri kita yang sesungguhnya.Begitulah, ibarat sebuah lubang yang akan terisi, pikiran dalam kepala kita membentuk pilihan fokus yang dapat menjadikan kita pribadi seperti apa dan yang memilih jalan yang mana.
Dan diterima atau disangkal, bahkan kenyataan di dunia ini hanya ada 2 saja, yaitu bersama Allah atau bersama setan. Setiap hari kita berkutat dalam pilihan diantara dua hal tersebut. Jika pilihan pengisian lubang pemikiran dalam kepala kita telah terpenuhi dengan Allah sang maha Rahman, maka yang ada adalah kebaikan senantiasa menyertai kita. Pun begitu sebaliknya, ketika penyerahan diri telah kita serahkan pada nafsu dimana setan sebagai pemimpinnya, tiada lain hanyalah keburukan yang menjadi karib kita. Diterima atau disangkal, kenyataan bukanlah sekedar teori, namun sudah pasti nilai kebenarannya.
Apa yang paling banyak kita ingat, dalam sadar ataupun tidak, itulah yang paling banyak kita cintai. Apa yang gampang menghilang dari fokus kita, dalam sadar ataupun tidak, itulah yang mungkin kita masih setengah hati kepadanya.
Karena itu lihatlah ketika seseorang berbahasa, maka kurang lebih begitulah gambaran yang sama tentang yang ada dikepala dan hatinya, karena seperti sebuah teko, dia hanya akan mengeluarkan isinya, isi asli dari dalamnya.
Karena itu lihatlah ketika seseorang menyikapi keadaan, maka kurang lebih begitulah gambaran yang sama tentang yang ada dikepala dan hatinya. Ketika cinta dan kedekatan pada Allah telah memenuhi kepalanya, hal ini pastilah berbeda ketika dia masih setengah hati mencintaiNYa. dan bahkan akan sangat berbeda sekali apabila dia tidak mencintai atau mengenalNya sama sekali.
Karena itu pula lihatlah ketika seseorang menjalani hidupnya. Maka kurang lebih begitulah gambaran yang sama tentang bagaimana dan seperti apa isi dari lubang ada dikepala dan hatinya. Semua akan dengan tergambar, terdengar dan terlihat dengan jelas. Tanpa kamuflase dan rekaan sama sekal.
Namun bagaimana dengan orang yang berpura- pura telah dengan baik berfokus pada kecintaan dan pilihan yang benar dalam mengisi kepalanya?. Orang yang berpura- pura sangat berbeda dengan orang yang masih dalam taraf berusaha. Kesamaan dri keduanya adalah, keduanya akan menemukan batas akhir. Orang yang berpura- pura akan menemukan batas akhir yaitu kebosanan dalam dirinya sehingga mau tidak mau dia akan memunculkan keaslian gambaran jelas tentang pribadinya. Sedangkan orang yang sedang berusaha, juga akan menemukan sebuah batas akhir, yaitu dengan ijin Allah dia akan menemukan sesuatu yang telah susah payah diraihnya. Tentunya sebuah perubahan yang insyaAllah akan membawa kepada kebaikan.
Maka dengan begitu jujur, tanyalah kepada diri kita masing- masing, sudahkah kita mengisi lubang pemikiran kita dengan fokus pada sesuatu yang benar, yang menentramkan dan membaikkan kita atau paling tidak memberikan semangat kita untuk lebih baik dan lebih benar?. Selama nafas masih ada, selama itu pula pilihan atas banyak hal masih berlalu untuk kita. Maka pilihlah dengan baik, dan jangan melupakan satu hal, bahwa semua pilihan itu akan batas akhirnya untuk memilih dan tentu saja lengkap dengan detail konsekuensi pertanggung jawaban atas semuanya.
sumber: http://www.voa-islam.com/muslimah/article/
Langganan:
Postingan (Atom)